Tahun depan kita bangsa Indonesia menghadipi suatu prosesi Sakral yang disebut Pemilu. Kenapa saya katakan Sakral karena salah satu pondasi awal menuju Kesejahtaraan atau malah sebaliknya Kemunduran, itu terletak dari hasil pemilu yang akan di selenggarakan di bulan Februari 2024 mendatang. Oleh karena itu sangatlah penting peran Legislatif dan Eksekutif atas kebijakan-kebijakan yang di ambil dalam rangka hajat hidup Bangsa dari berbagai macam tingkatan, Daerah sampai Pusat.
Sudah sekian lama kita hidup berdemokrasi, sekian kali bangsa ini sudah menjalankan pemilu. Mendapatkan pemimpin atas dasar pemilihan langsung, suara Rakyat tanpa di wakilkan. Dengan berjalannya hal atau sistem seperti itu maka seharusnya kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia itu semakin mudah terwujud dan dapat dirasakan. Namun kenapa kita masih belum benar-benar merasakan kesejahteraan yang sejati. Saya rasa kita harus mengevaluasi diri kita masing-masing khusus nya bagi calon pemimpin di Legislatif maupun Eksekutif. Evaluasi cara dan budaya dalam proses mendapatkan mandat oleh Rakyat.
Politik Uang tentu nya sudah tak asing lagi di telinga kita, bahkan sudah seperti budaya yang itu seakan-akan suatu kebenaran dan wajib dilaksanakan, padahal sebenarnya itu di larang. Kenapa ini semua bisa terjadi di Negeri ini ? Apakah ini akan terus terjadi dan terwariskan oleh generasi ke generasi ? Apakah pantas mandat itu di dapat dengan menghalalkan segala cara, yang salah satu nya ialah politik uang ? Bukankah jika itu terus menerus terjadi maka yang ada ialah untung rugi, seperti hal nya jual beli. Lalu apakah sepadan gaji yang didapat sang pemimpin dengan biaya yang sangat tinggi untuk sebatas mendapatkan mandat Rakyat ?
Jika ini terus menurus terjadi maka korupsi di Negeri ini akan terus bertambah, mengingat pemimpin kita butuh mengembalikan modal awal yang sangat banyak.
Menanggapi aplud an medsos Instalgram Bawaslu Ponorogo bahwa politik uang di Ponorogo sangat tinggi sampai masuk di 20 kabupaten/kota tertinggi rawan politik uang, sebagai generasi saya miris, dan tidak tau harus seperti apa menyikapi hal demikian. Hanya mampu berdoa dan terus menyuarakan anti politik uang, demi generasi.
Post a Comment